Halaman Blog ini

"SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA KAWAN"

Selamat datang di website saya kawan. Mari kita berbagi! Berbagi ilmu, berbagi rasa, berbagi pengalaman, berbagi materi atau berbagi apa saja. Kita isi kehidupan ini dengan hal-hal yang positif, yang bermanfaat, yang membangun bagi diri sendiri dan sesama. Mari kita wujudkan Indonesia yang damai sejahtera, mulai dari diri kita, mulai saat ini, atau tidak sama sekali! Salam Damai Indonesia.

Rabu, 19 Juni 2013

DREM-MOLEN yang LEGENDARIS


Bandung, 19 Juni 2013

"Ayo nonton 'drem-molen' di lapangan!"  Ajakan ibu saya kurang lebih tigapuluh tahun yang lalu itu  masih tergiang di telinga saya tatkala saya melintas di hiruk pikuk komidi putar di kampung dekat saya tinggal. Ya, komidi putar yang “legendaris” itu masih tetap sama semaraknya sedari saya kecil hingga saat sekarang saya yang sudah berkepala empat ini. Membaca artikel Komidi Keliling di NGI edisi April 2013, melambungkan ingatan saya akan kenangan masa kecil saya di kampung pinggiran kota. Tong Setan—begitu istilahnya saat itu, dan mungkin juga sampai sekarang—adalah tontonan kegemaran saya. Suara knalpot motor yang meraung-raung memekak dan merobek gendang telinga serta gerakan akrobatik penunggangnya melepas stang kemudi dan menjumput uang saweran penonton di pucuk lintasan benar-benar mempesona saya waktu itu. Kok bisa ya motor ngebut manjat di dinding tanpa jatuh? Begitulah penasaran saya.
Saat ini, setiap selepas kerja melintas jalanan beton di kampung saya di pinggiran ibukota, kemeriahan yang sama masih terasa. Komidi keliling itu sudah sebulan lebih ada di sana. Terang benderang dan warna-warni lampu wahananya, ramai dan riuh teriakan pengunjung dan awak-awaknya, keras dan cempreng suara speaker salon penjaja CD bajakannya, ribut anak–anak merengek kepada orangtuanya, serta kerasnya teriakan tukang parkir motor mengumpat pengemudi angkot yang mengetem menghalangi pintu masuk lahannya, benar-benar semakin membuat semarak malam itu. Muncul perasaan iba dan gundah di hati saya. Di jaman yang serba digital ini, ternyata keberadaan komidi putar keliling kampung ini masih dibutuhkan. Kehausan akan hiburan terlihat jelas di binar mata pengunjungnya. Kebutuhan akan dapur yang terus mengepul terlihat jelas dari semangat awak-awaknya naik-turun memutar kuda-kudaannya. Kebutuhan bersosialisasi terlihat dari canda dan cekikikan ABG-ABG belia ber-HP terkini di pojokan yang remang dan berlumpur begitu kentara. Ada yang kehidupan yang menggeliat meretas penatnya kesibukan kota.
Ya, Komidi malam dengan segala pernak-perniknya ternyata memang boleh dibilang legendaris. Saya masih merasakan kemeriahan yang sama. Faktanya bagi masyarakat pinggiran kota seperti saya, keberadaaannya masih terasa dibutuhkan. Kemurahan dan kemudahannya paling tidak bisa menutupi sementara rasa kepingin menjajal permainan wahana modern, mewah dan mahal yang hanya ada di ibu kota. Kesahajaannya tidak mengurangi minat warga untuk bergembira. Entah sampai kapan, yang jelas dan saya rasakan bukan hanya di kampung sekitar saya saja komidi keliling ini menggelar event-nya. Berkunjunglah ke desa-desa atau pinggiran kota, meskipun tidak banyak, mereka terkadang ada meskipun hanya sekedar kursi ayun-putar dan kincir besar wahananya.

Namun lamunan saya agaknya harus segera berakhir ketika tiba rumah, dan mendapati anak-anak lagi asyik dengan dunianya. “Tidak nonton komidi putar, Nak?” Sapa saya. “Ngapain?” Jawab mereka singkat sambil mata dan tangannya tidak lepas dari gadget-nya. Ah, komidi putar, akankah tahun depan masih ada di sana?

Tulisan ini dikirim untuk Forum NGI