Halaman Blog ini

"SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA KAWAN"

Selamat datang di website saya kawan. Mari kita berbagi! Berbagi ilmu, berbagi rasa, berbagi pengalaman, berbagi materi atau berbagi apa saja. Kita isi kehidupan ini dengan hal-hal yang positif, yang bermanfaat, yang membangun bagi diri sendiri dan sesama. Mari kita wujudkan Indonesia yang damai sejahtera, mulai dari diri kita, mulai saat ini, atau tidak sama sekali! Salam Damai Indonesia.

Jumat, 24 Juni 2011

Ngrokok Sendiri Matinya Rame-rame


Medan, 24 Juni 2011

Kurang lebih dua puluh tahun yang lalu ketika VCD maupun DVD belum merakyat atau bahkan belum ada, di sebuah kota kecil yang lumayan terpencil keberadaan bioskop murah itu sangat dibutuhkan masyarakatnya. Setiap malam minggu, bahkan kalau boleh dibilang setiap malam orang-orang akan datang berbondong-bondong untuk hanya sekedar menonton film India, koboi, atau film-film horror.

Tak ketinggalan saya yang waktu itu baru mulai belajar bekerja dengan penghasilan yang untuk saat itu boleh dikatakan lumayan bagi anak lajang yang baru saja lulus sekolah kejuruannya. Bayangan serunya film dengan sendirinya menambah semangat kami dan dengan penuh keceriaan kami menumpang mobil truck angkutan karyawan yang hanya dilengkapi dengan bangku kayu yang keras dan atap terpal sebagai pelindung di saat hujan. Itulah kebahagian kecil yang saat ini mungkin sudah sangat jarang ditemukan.

Film diputar dan suara penonton riuh mengomentari setiap adegan yang seru. Entah itu si musuh mati tertembak, si penjahat terjungkal, si jagoan datang atau bahkan hanya sekedar si seksi mulai tersingkap kainnya. Sehingga tak terasa waktu berlalu film pun usai dan penonton bergegas keluar berdesakan (lagi) lewat pintu-pintu sempitnya.

Namun ada yang aneh setelah saya keluar dari gedung itu. Saya berjalan limbung (sempoyongan) tak tahu mengapa, mata perih dan dada sedikit sesak. Dengan sedikit lemas saya terduduk di bangku depan sebuah warung dan bertanya-tanya ada apa gerangan? Baru setelah berdiskusi dengan beberapa teman, saya baru sadar bahwa saya mabuk karena asap rokok! Saya baru ‘ngeh’ bahwa kaburnya layar bioskop tadi bukan karena film-nya kotor tetapi karena sinar proyektornya terhalang asap rokok.

Pengalaman itu sangat membekas dalam diri saya sampai sekarang, dan hal-hal seperti itu ternyata berulang, berulang lagi dan terus berulang. Di dalam angkutan umum, di ruangan umum, tempat-tempat olag raga, tempat-tempat rekreasi, bahkan di ruangan yang ‘jelas-jelas’ ada tulisan “DILARANG MEROKOK” sekali pun, mereka dengan santainya menghisap tuhan sembilan senti-nya. (Maaf, meminjam istilah Emha Ainum Najib)

Saya bukan perokok, dan saya juga tidak membenci perokok (karena ayah saya juga perokok), dan saya tidak menyesal kalau saya sangat tidak tahan dengan asap rokok, namun ada satu hal yang saya ‘sangat-sangat ’ tidak suka pada sebagian (besar) perokok adalah ke-egois-an mereka. Saya seratus persen yakin, mereka tidak buta untuk membaca tulisan larangan itu atau terlalu bodoh sehingga tidak tahu symbol lingkaran merah dengan silang tengah pada gambar sebatang rokok dan mereka juga tidak mungkin tidak tahu bahwa kawasan itu adalah kawasan dilarang merokok. Namun yang saya dengan pasti bahwa hati mereka sudah buta. Mereka tidak peduli sesama, mereka egois!

Saya mempunyai beberapa teman dari luar negeri, dan mereka juga perokok berat, namun mereka sangat toleran terhadap orang lain. Mereka tahu diri dengan cara mencari tempat ‘yang semestinya’ untuk merokok. Suatu saat dimana ada kesempatan mereka berkunjung ke rumah saya, mereka keluar menjauh ke tempat yang lapang untuk memuaskan hasrat merokoknya. Beberapa rekan kantor saya juga (semoga tidak terpaksa) pergi ke ruangan khusus merokok bila ingin merokok. Saya appreciate sekali pada mereka. Namun, tengoklah di lorong-lorong bandara yang jelas-jelas ruangan ber-AC, dengan santainya mereka menyedot tuhan embilan centinya, bahkan lebih bersemangat lagi ketika datang temannya (yang senasib) nyedot juga di sana. Lengkap sudah ‘kebahagian’ mereka.

Suatu saat saya berenang mengelilingi kolam renang di sebuah tempat olah raga dan rekreasi yang cukup ternama. Saat berenang melintas di bawah dekat ‘segerombolan’ orang yang duduk di bawah payung yang mengebul asap rokoknya seperti seolah-olah ada yang terbakar di meja mereka, dada saya yang mengembang mengambil oksigen sebanyak-banyaknya itu langsung tersedak oleh asap mereka. Ah..! mengapa harus ada orang merokok di tempat kebugaran seperti ini.

Di sebuah ruang penumpang kapal penyeberangan menuju kepulauan wiasata yang cukup terkenal, terpaksa saya harus menegor seseorang yang dengan santainya membakar tuhannya di tengah-tengah penumpang yang penuh sesak bahkan sampai duduk ‘ndelosor’ di lantai. Saya tidak peduli apa reaksinya, saya lebih peduli kepada isteri saya tercinta di sebelah saya yang terbatuk-batuk di sebelah saya karena asap tuhannya. Ya syukurlah dia mau mengerti dan segera mematikan rokoknya. Mungkin dia malu juga karena sengaja saat menegor banyak mata memerhatikan.

Lain ceritanya ketika suatu saat di pagi hari yang cerah, bus-bus karyawan non AC menghantar kami menuju lokasi kerja area tambang. Debu mengepul di kanan-kiri mobil kami sehingga memaksa kami untuk menutup rapat-rapat jendela di sebelah kami kalau tidak mau paru-paru kami tertutup tanah, dan sudah pasti ruangan menjadi bertambah panas. Namun, lagi-lagi saya bertemu penyembah-penyembah tuhan yang sudah amat sangat terlalu egois. Mereka bakar tuhannya dan menyebarkan asap mautnya ke seluruh ruangan bus. Sebagian penumpang terbatuk-batuk, sebagian menutup hidung dengan saputangan, sebagian tolah-toleh mencari siapa orangnya tanpa berani menegor, dan sebagian lagi menggerutu. Merasa sangat terganggu saya pun menegor baik-baik, namun apa reaksinya? Ah.. lagi-lagi saya prihatin dengan bangsaku sendiri, dia dengan entengnya berkata, “Kalau tidak mau ada asap rokok, silahkan aja naik bus yang ada AC-nya!” Jawaban terbodoh, terkonyol, dan ter-egois yang pernah saya dengar. Dari pada meladeni orang seperti itu saya lebih baik mengalah, kalau saya membalas, berarti saya lebih bodoh dan konyol dari dia. Saya cukup tutup hidung dan ‘menikmati’ perjalanan yang untungnya cuman belasan menit saja.

Namun mengalah bukan berarti tidak bertindak apa-apa. Saya tetap melakukan usaha supaya hal-hal tersebut tidak terus berlangsung dan merugikan banyak orang. Untunglah di perusahan kami ada system control (pelaporan) terhadap hal-hal yang sekiranya berpotensi menimbulkan bahaya terhadap kesehatan maupun keselamatan. Tak lama setelah laporan saya, maka pimpinan menjadi lebih tegas lagi dengan memberikan peringatan akan sangsi-sangsi kepada pelanggar-pelanggar tersebut. Ah.. rupanya harus dengan hukum yang kuat dan tegas untuk ‘mengontrol’ perilaku orang-orang ini.

Hukum tetaplah hukum, peraturan tinggallah peraturan. Kalau tidak dikawal oleh pihak-pihak yang berwenang, hukum hanya menjadi pajangan belaka. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta boleh saja mengeluarkan aturan Perda No 2 Tahun 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Pergub No 75 Tahun 2005 tentang Kawasan dilarang merokok, khususnya larangan merokok di tempat umum. Namun selama tidak dikawal ketat, bangsa ini akan tetap kembali habit-nya. Dan lagi-lagi saya dibuat bingung dengan perilaku bangsaku ini.

Terlalu banyak contoh dan kejadian yang sama yang sudah pasti Anda juga alami dan temui terhadap perilaku sebagian penyembah-penyembah tuhan sembilan centi ini. Dan saya yakin Anda juga sepaham dengan saya bahwa hal itu semua terjadi karena bukan semata-mata mereka tidak punya mata, namun lebih dari itu bahwa mereka tidak punya hati.

Saya tidak perlu meminta maaf kepada Anda perokok kalau saya menuliskan tentang hal ini semua kalau memang Anda tersinggung, tetapi seyogyanya Anda tidak tersinggung kalau Anda tidak berperilaku seperti contoh-contoh yang saya tuliskan di atas, seperti sahabat-sahabat perokok saya yang tertib yang tahu diri dan yang punya hati.

Akhirnya, dari kota (yang katanya menurut survey) paling tidak nyaman ini, dimana di lobby hotelnya, di restaurant-nya penuh dengan asap ini, saya bersyukur masih bisa menulis dan teringat tulisan di belakang kaca bus way di Jakarta, ‘Ngrokok Sendiri Matinya Rame-rame!’ Ah.. Bang,.. jangan ajak-ajak dong kalau mau mati…. Kalau mau mati.. mati aja sendiri… saya masih betah kok hidup di bumi ini…

Salam Damai.

Selasa, 21 Juni 2011

Orang Yang Berbahagia Tidak Akan Pernah Berbuat Jahat

Pekanbaru, 21 Juni 2011

Salah satu hal yang mungkin manusia sering lupakan adalah bersyukur. Begitu banyak dan terlalu sering kita melihat orang-orang yang lupa bersyukur. Lihat saja, jangankan pagi hari yang hujan, awal hari yang cerah pun sering diwarnai dengan sumpah serapah di jalan raya. Melihat pengendara motor yang nyerobot jalan kita, mobil angkot yang berhenti seenaknya, truk dan bus besar berasap hitam yang menghambat laju kita, atau pekaknya klakson ketidak sabaran di belakang kita saat lampu lalu-lintas baru saja berubah warna hijau. Banyak dan masih banyak hal lagi yang mungkin bisa kita jadikan alasan untuk marah, jengkel, dongkol, mengumpat atau bahkan berteriak kesal.

Semoga saya tidak sedang berasumsi bahwa orang-orang ini tidak bersyukur. Tetapi melihat tampang-tampang kusut mereka di pagi yang cerah itu sudah cukup membuktikan bahwa mereka tidak bahagia; setidaknya untuk saat itu. Sebab saya sangat yakin, bahwa orang yang berbahagia tidak akan mungkin berbuat jahat. Orang yang berbahagia tidak akan menyakiti hati orang lain. Orang yang bahagia tidak akan mungkin mencelakakan orang lain. Ada sesuatu yang kurang dalam dirinya sehingga mereka merasa butuh mengisinya dengan perilakunya. Dengan keberingasannya mereka berharap bisa menutupi kekosongan itu, dengan arogansinya mereka berharap bisa lebih bahagia.

Secara umum bahagia bisa berarti keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan), dan sudah pasti Anda akan berkata bahwa bahagia itu sangat relatif, tergantung dari kacamata siapa yang memandangnya. Coba perhatikan; anak-anak jalanan di perkotaan itu begitu 'bahagia' main bola di bawah jembatan, atau lihatlah anak-anak punk dengan baju dekil hitamnya begitu 'bahagia' bisa bergerombol bercanda tertawa terbahak-bahak di sudut-sudut perempatan jalan yang macet. Namun lihat juga, seorang pria muda perlente yang 'terlihat' bahagia dengan istri yang cantik disebelahnya dalam mobil mewahnya yang bertubi-tubi meng-klakson mobil-mobil angkot yang dianggapnya mengganggu jalan kendaraannya, atau lihat saja pemuda-pemuda desa yang 'sangat' bahagia dengan bau miras di mulut berjoget di pesta kawin mengikuti musik orgen tunggal yang hingar bingar dan suara cempreng buduanitanya. Ah... yang paling gampang dan sering ditemui, coba perhatikan status terkini teman Anda di situs jejaring sosial, betapa dengan entengnya (baca: bahagia) mereka mengumpat, memaki, mengeluh, menyindir suatu kondisi. Saya tidak perlu terlalu banyak bercerita. Banyak kehidupan di sekeliling kita yang 'kelihatannya' begitu bahagia. Dan tentunya tidak akan ada habisnya kalau hal ini diperdebatkan hanya untuk mencari 'definisi' dari kata bahagia itu sendiri.

Malam ini saya 'mengawali' menulis di blog baru saya ini di ketenangan kamar sebuah hotel berbintang empat setelah menyantap sop buntut goreng serta segelas jus belimbing kegemaran saya. Apakah saya berbahagia? Tentu saja saya akan mengatakan bahwa saya berbahagia, meskipun bila saya jujur saya akan mengatakan bahwa saya akan 'lebih berbahagia' lagi bila saat ini ada istri dan anak-anak saya di sebelah saya. Ah.. kembali lagi kita berkutat ke arti kata bahagia lagi. Ternyata sangat luas maknanya..

Namun ada satu hal yang pasti dan saya yakini itu benar, bahwa: bahagia tidak dibisa dilihat dari definisi atau untaian kata-kata indah pembangkit motivasi, tetapi yang pasti rasa bahagia akan diwujudkan dalam tindakan nyata yaitu bahwa orang yang berbahagia tidak akan pernah berbuat jahat. Sekecil apa pun tindakan Anda dimana itu merugikan, menyusahkan, menyakiti orang lain atau pihak lain, sudah pasti Anda sedang tidak berbahagia.

Olehnya kawan, mari kita ambil sikap hati kita untuk selalu berbahagia. Mensyukuri apa yang sudah kita terima. Sebab berbahagia itu keputusan! Bukan keadaan! Itu juga yang Tuhan mau ajarkan kepada kita; Bersukacitalah senantiasa - I Thessalonians 5:16