Halaman Blog ini

"SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA KAWAN"

Selamat datang di website saya kawan. Mari kita berbagi! Berbagi ilmu, berbagi rasa, berbagi pengalaman, berbagi materi atau berbagi apa saja. Kita isi kehidupan ini dengan hal-hal yang positif, yang bermanfaat, yang membangun bagi diri sendiri dan sesama. Mari kita wujudkan Indonesia yang damai sejahtera, mulai dari diri kita, mulai saat ini, atau tidak sama sekali! Salam Damai Indonesia.

Selasa, 19 Juli 2011

Metode Kehilangan


Balikpapan, 12 Juli 2011

Rahmat sering datang kepada kita dalam bentuk kesakitan, kehilangan, dan kekecewaan, tetapi bila kita sabar, kita segera melihat bentuk aslinya. – Joseph Addison

Betul kata pepatah, apa yang kita terima belum tentu sesuai dengan apa yang kita inginkan. Entah mengapa setiap hari ulang tahun pernikahan kami kok ya ada saja tugas-tugas luar dari kantor, sehingga keinginan kami untuk bisa merayakan—entah itu sekedar jalan berdua, makan malam (candle light dinner) berdua, atau sekedar menikmati waktu berdua tanpa gangguan anak-anak—seringkali tidak kesampaian. Demikian halnya ulang tahun yang ke tiga belas ini, saya mendapat tugas mengajar di Balikpapan, jadi acaranya pun hanya sekedar telepon dan doa bersama jarak jauh.

Namun ada hal yang berbeda saat bertelepon dengan isteri tercinta kali ini. Nampak jelas dari nada bicaranya ada rasa ‘kuatir, cemas, dan rasa takut kehilangan’. Rupanya ada kejadian tadi siang dengan seorang keluarga tetangga. Sang isteri menangis sejadi-jadinya karena suaminya yang menderita sakit batu ginjal yang cukup kronis dan sedang mengalami masa perawatan yang intensif itu mengalami demam yang tinggi. Mungkin kekuatiran ditinggal suaminya dengan keadaan ekonomi yang kurang cukup baik membuatnya takut menghadapi kemungkinan hari esok.

Kehilangan suami, istri, anak atau apa pun pastilah merupakan kejadian yang sangat menyedihkan, dan sebisa mungkin hal tersebut dihindari dengan segala rupa dan macam cara. Rupanya kejadian tadi cukup merasuk ke dalam pikiran dan hati isteri saya tercinta, sehingga sangat wajar ada rasa takut bila hal serupa menimpa saya suami tercintanya. Nah dengan rasa itulah ia wujudkan dengan bertelepon yang (menurut saya) di luar dari kebiasaannya. Memang sifat isteri saya di kesehariannya sangat periang, lincah, dan suka bercanda, jadi bertelepon dengan nada memelas dengan penuh harapan kepada saya untuk selalu berhati-hati, menjaga kesehatan adalah pancaran dari dalam lubuk hatinya, bahwa ia pun takut kehilangan saya.

Malam harinya, saya merenungkan kejadian tadi siang. Saya mencoba menyelami, berusaha memahami apa yang sudah terjadi. Saya membayangkan kalau saya juga harus kehilangan dia, isteri saya tercinta. Tak terasa air mata saya mengalir deras membasahi pipi. Betapa selama ini saya sangat mencintainya, betapa selama ini hidup saya sangat berarti karena dia, betapa susahnya selama tujuh tahun saya butuh masa untuk mendapatkannya, betapa saya menyadari saya menjadi apa seperti saat ini adalah karena dia yang selalu mendukung saya, betapa dia sudah memberikan segala-galanya untuk saya, betapa dia rela untuk menua bersama saya, betapa ia mengorbankan segalanya untuk saya dan anak-anak saya. Langsung kuangkat telepon dan kutumpahkan segala rasa itu kepadanya. Di tengah malam, di heningnya kamar hotel ini kukatakan kepadanya, bahwa aku bersyukur, dan sangaaaat bersyukur, mempunyai isteri dia. Akan kujaga rasa ini sampai kapan pun, sampai ajal menjemput kita, sesuai komitmen pernikahan kita di altar gereja.

Saya tersadar, ini bukan kali yang pertama saya merasakan ‘akan kehilangan’. Namun saya harus mulai menerapkan bahwa perasaan ‘akan kehilangan’ membuat kita menjadi ‘tergugah’ bahwa ternyata kita harus mensyukuri bahwa kita masih memiliki. Kita menjadi tergugah untuk menjaganya mati-matian sesuatu yang kita sayangi dan miliki saat ini. Rasa ‘akan kehilangan’ atau saya sebut ‘metoda kehilangan’ ini—yang sebenarnya belum benar-benar kehilangan—mampu mengingatkan kita tentang perlunya bersyukur.

Bersyukurlah senantiasa, demikianlah yang dikatakan oleh kitab suci, hanya akan menjadi kata-kata manis yang lewat tanpa arti begitu saja. Namun bila sesuatu/seseorang yang begitu kita cintai diambil daripada kita, barulah nantinya kita akan sadar, bahwa selama ini kita tidak pernah bersyukur karena sudah diberi Tuhan seseorang/sesuatu yang sangat berharga. Inilahlah makna sesungguhnya, kalau kita tahu bahwa ia/mereka sangat berharga dalam hidup kita, mengapa kita terus menyia-nyiakannya? Mengapa kita tidak merawatnya, menjaganya sehingga semakin bermakna? Sebab Tuhan tidak hanya berharap kita bersyukur atas karunia-Nya yang sudah diberikan kepada kita, kepada talenta-talenta yang sudah dikaruniakan-Nya, namun lebih dalam lagi Ia mau kita menggunakannya, merawatnya, menjaganya, dan mengembangkannya sehingga suatu saat nanti kita bisa mempertangungjawabkannya di depan tahta pengadilan-Nya.

Banyak cara supaya kita bisa tergugah untuk bersyukur, namun ‘metode kehilangan’ inilah yang menurut saya sangat menyentuh dan membuat kita termotivasi untuk untuk segera bergerak.

Saat ini, coba bayangkan; suami/isteri Anda meninggal dunia, anak-anak Anda kecelakaan, atau orang tua Anda sakit parah. Rasakan! Saya yakin Anda akan angkat telepon, Anda akan menyatakan perasaan bahwa begitu Anda mencintainya, Anda akan mengatakan bahwa Anda tak ingin kehilangan mereka, Anda akan menyesali mengapa selalu menyakiti hati dan persaannya, dan saya yakin Anda akan berkomitmen untuk selalu menjaga mereka.

Kupersembahkan tulisan ini kepada; isteri dan anak-anakku tercinta. Ayah tak ingin kehilangan kalian!

Tidak ada komentar: