Halaman Blog ini

"SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA KAWAN"

Selamat datang di website saya kawan. Mari kita berbagi! Berbagi ilmu, berbagi rasa, berbagi pengalaman, berbagi materi atau berbagi apa saja. Kita isi kehidupan ini dengan hal-hal yang positif, yang bermanfaat, yang membangun bagi diri sendiri dan sesama. Mari kita wujudkan Indonesia yang damai sejahtera, mulai dari diri kita, mulai saat ini, atau tidak sama sekali! Salam Damai Indonesia.

Kamis, 21 Juli 2011

Penumpang Ngawur

Jakarta, 20 Juli 2011

Hidup yang dipenuhi banyak kesalahan jauh lebih terhormat dan berguna dibandingkan hidup yang tidak berbuat apa-apa. – George Bernard Shaw

Bagi masayarakat yang berbudaya luhur, mengantri adalah sesuatu hal yang wajar/lumrah dalam setiap aktifitas hidup sehari-hari. Sudah dapat dipastikan dimana orang ‘dengan sengaja’ tidak mau mengantri (dalam hal apa saja) kekacauan, keributan, kesemerawutan, kemarahan, bahkan kecelakaan sangat mungkin terjadi.

Namun ada yang sedikit berbeda dalam antrian memasukin cabin pesawat kali ini. Selain antrian cukup panjang, juga agak lama. Ada apakah gerangan? Rupanya ada salah seorang salah ambil tempat duduk sehingga seorang ibu yang tidak berani menegur harus meminta bantuan mbak pramugari untuk mengurusnya. Tentu saja peristiwa ini cukup membuat macet antrian. Seorang pria perlente dengan malu-malu harus pindah dari seat 7A nya ke belakang di seat 29C. Lho kok bisa? Nyasar kok jauh banget? Begitu mungkin pikiran banyak orang, tak terkecuali saya.

Duduk nyaman di samping jendela tak membuat saya untuk berhenti berfikir tentang kejadian tadi. Kok bisa sih, seorang professional (menurut saya) gagah dengan jacket semi jasnya bisa ‘ngawur’ menempati tempat duduk yang bukan haknya? Memang kejadian itu sering terjadi namun biasanya hanya berlaku bagi orang-orang ‘tua’ yang kalau dilepas kacamatanya langsung nabruk-nubruk jalannya. Lha ini… masih muda dan gagah… kok bisa-bisanya?

Keingintahuan saya yang besar menuntun saya untuk mengamati boarding pass saya sendiri. Dan… “JRENG..!” saya temukan jawabannya. Di boarding pass saya yang kecil itu tertulis: Gate A07… Seat 5F. Saya langsung bisa menebak, tulisan di boarding pass ‘bapak yang salah duduk’ tadi pasti: Gate A07… Seat 29C. Ia pasti salah baca yang disangkanya nomor kursi ternyata adalah nomor gate. Meskipun tertulis Gate A07, dengan mantapnya dia duduk di kursi 7A, kursi milik si ibu bingung tadi.

Masih di pesawat yang sama saat penumpang sudah pada turun, saya (lagi-lagi) harus bersabar duduk menunggu antrian untuk keluar cabin karena penumpang ‘berebut’ mengambil barang di bagasi dan pengin segera keluar. Karena tidak kebagian tempat bagasi di atas seat saat mau duduk tadi jadi saya terpaksa menaruh tas saya agak jauh ke belakang. Kondisi ini tentunya ‘memaksa’ saya untuk menunggu sampai penumpang di belakang saya lewat satu per satu, tidak mungkin mereka keluar ke pintu depan sementara saya ‘ngeyel’ melawan arus ke belakang mengambil bagasi.

Di sinilah kejadian ‘penumpang ngawur’ kedua terjadi. Seseorang dengan santainya mengambil tas saya dan memanggul di punggungnya lantas jalan keluar. Hah!!! Apa maksudnya ini? Spontan saya tegur orang ini, “Maaf Pak, itu tas saya!” Agak sedikit kaget ia, dan ia lansung menjawab, “Maaf Mas, saya pikir itu tas temen saya yang mau saya bawakan” Hehehe bener-bener kejadian yang aneh. Coba saja saya tidak melihatnya, lenyap sudah laptop, buku dan dokumen-dokumen saya, setidaknya saya akan kebingungan mencai dan mengurusnya.

Menyusuri lorong ‘Garbarata’ keluar pesawat kembali saya diingatkan kejadian beberapa waktu yang lalu juga berkenaan dengan ‘penumpang ngawur’ ini. Seorang bapak menabrak kaca di samping pintu masuk (kaca juga) yang jelas-jelas terbuka sesaat setelah pengecekan boarding pass waktu mau naik pesawat. Gubrakkk! Tentu saja kejadian ini menarik perhatian semua orang dalam ruang tunggu tersebut. Semuanya terlihat menahan tawa, geli sekaligus kasihan melihat orang setua itu yang masih juga ‘ngawur’ jalannya. Dan yang paling kentara justru mbaknya petugas pengecek boarding pass, mukanya memerah nggak kuat menahan tawa yang teramat sangat. Untung saja, si bapak penabrak kaca itu tidak terluka dan mungkin karena merasa sangat malu langsung ngacir saja naik pesawat.

Saya mencoba memahami perilaku mengapa orang sering ‘ngawur’ seperti itu. Setidaknya ada saya temukan hal-hal yang berikut: kurang konsentrasi, tidak tahu, tidak mau tahu, tidak menghargai orang lain, tidak tahu maksud dan tujuannya, tidak tahu manfaatnya, kurang pengalaman dan pengetahuan, tidak mampu melakukan dan lain sebagainya. Ringkasnya penyebab orang yang ‘ngawur’ tersebut adalah ‘tidak’ kompeten! Ia mungkin saja tahu, tapi tidak mampu melakukan. Ia mungkin bisa saja melakukan tetapi tidak tahu yang sebenarnya harus dilakukan. Atau, ia mungkin saja tahu dan mampu melakukan apa yang seharusnya dilakukan, tetapi selama ia tidak mau, ya dampaknya adalah ‘ngawur’, atau sebenarnya dia mau tetapi karena tidak tahu dan tidak mampu melakukan ya hasilnya ngawur!

Kompetensi memang memiliki tiga unsur: tahu, mampu dan mau. Kehilangan salah satu darinya adalah bukan kompetensi apalagi dua atau bahkan ketiga-tiganya. Perhatikanlah bagaimana seorang pengendara ‘nyerobot’ lampu merah. Saya yakin ia TAHU bahwa merah adalah wajib berhenti, dan saya yakin bahwa ia MAMPU untuk berhenti, namun sayangnya, ia TIDAK MAU untuk berhenti. Dan sudah dapat kita bayangkan akibat dari ‘ngawur’nya tindakan tersebut. Contoh sederhana lainnya lagi, ketika anak saya A’an ingin sekali mendapat dan mengejar layang-layang putus, ia MAU naik ke atas atap rumah, dan berusaha akhirnya MAMPU meraih benang tersebut, namun karena TIDAK TAHU bahwa benang itu adalah benang gelasan, maka saat ia ‘ngawur’ saja menarik benang tersebut maka akibatnya jari telunjuknya tersayat dan harus di bawa ke klinik berobat untuk dijahit beberapa buah.

Lalu apa hubungannya dengan bapak yang salah tempat duduk tadi? Ada! Saya yakin bapak itu tidak mungkin tidak TAHU arti dan membedakan antara tulisan GATE dan SEAT. Dan tentunya bapak tadi MAMPU untuk memilih dan duduk di kursinya sendiri, hanya sayangnya bapak itu tidak MAU dengan teliti membaca tulisan di boarding pass tersebut.

Lebih dalam lagi saya berusaha memahami, ternyata bertindak penuh dengan ‘kengawuran’ tersebut juga sering saya alami. Saya TAHU bahwa jam masuk kantor adalah 08.30, dan saya juga TAHU bahwa lalulintas di Jakarta lebih banyak macetnya daripada lancarnya, dan saya sebenarnya MAMPU berangkat lebih awal, namun karena saya TIDAK MAU berusaha maka saya berangkat agak siangan, di jalanan saya mengendarai kendaraan saya dengan agak ‘ngawur’ karena waktu yang mepet dan Anda tentu sudah tahu lanjutannya. Benar! Saya terlambat! Tetapi lebih parah dari itu, saya (mungkin) dicacimaki oleh banyak orang di jalan.

Tadi malam, isteri saya bercerita tentang usaha Pak Iyan tetangga saya untuk membasmi jentik nyamuk di lobang saluran airn samping rumahya. Ia TAHU bahwa dengan menyiramkan bensin ke dalam saluran akan membunuh bakal nyamuk tersebut. Dan ia MAU melakukan sendiri dengan menyiramkan bensin dari ujung saluran dan berjalan mengintari rumah tetangga hanya untuk memastikan bahwa bensin sudah keluar di ujung lainnya. Namun sayangnya ia TIDAK TAHU bahwa bila uap bensin tersebut akan mampu menimbulkan ledakan bila terkena api. Saya bilang bahwa dia ‘ngawur’ dengan menyulutkan korek di ujung pipa tersebut. Alih-alih ingin membunuh jentik justru ledakan dahsyat yang terjadi, mirip ledakan akibat bocornya saluran tabung gas LPG. Tak ayal lagi warga sekampung geger. Bagaimana tidak geger, pak Iyan pun sampai terpental karena ledakan ‘yang ia bikin’ sendiri.

Tindakan ‘ngawur-ngawur dan ngawur’ tentunya akan sering kita jumpai di sekitar kita, bahkan dalam diri kita sendiri. Nah kalau kita tahu bahwa ‘kengawuran’ kita tersebut mampu merugikan bahkan mencelakakan, mengapa kita terus ngawur? Tidakkah kita mau berhenti sejenak untuk merenungkan, mengapa kita mampu bertindak bodoh seperti itu? Apa dampaknya terhadap orang lain, lingkungan, keluarga kita bahkan diri kita? Masa depan kita? Karir kita? Mari lihat ke dalam. Apakah kita cukup tahu, mampu, dan mau? Tanpa ketiganya, jangan salahkan kalau kita dianggap TIDAK KOMPETEN!

Lain halnya dengan kesalahan. Kesalahan bukan berarti ngawur! Kesalahan adalah hal yang biasa sebagai manusia, justru dari sanalah kita bisa belajar dan kemudian menjadi berhasil. Berbeda dengan ‘ngawur’ yang konotasinya adalah sengaja, asal-asalan, sembrono. Anda boleh saja salah, tetapi seharusnya Anda tidak boleh ngawur!

Keberhasilan adalah milik orang-orang yang berkompeten! – John C. Maxwell

Salam tidak ngawur lagi.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Hehehe menggelitik. Saya juga sering ngawur pak