“Neraka dimulai pada hari
ketika Tuhan memberikan kita penglihatan yang jelas terhadap apa yang
sebenarnya kita mampu capai, terhadap segala talenta yang kita buang percuma,
pada semua hal yang sebenarnya mampu kita lakukan tetapi tidak kita lakukan
–Giancarlo Menotti
Sangat tidak biasa jika saya bepergian tanpa buku. Sangat tidak
biasa jika waktu waktu luang saya tidak ditemani dengan buku. Saking senangnya
membaca buku, lemari buku saya sudah tidak beraturan lagi susunan bukunya,
selain karena saya sering menumpuknya sembarangan tetapi yang jelas karena
sudah tidak ada lagi tempat untuk menaruhnya. Ya, rumah saya yang sempit tidak
memungkinkan saya membeli rak buku yang besar. Karena saking senangnya saya
membaca buku, berdampak juga dengan hobi saya membeli buku, meskipun saya tahu
kemampuan saya membaca jauh tertinggal dibanding kamampuan saya membeli.
Hasilnya bisa diterka, saya punya hutang membaca buku yang susah sekali saya
bayar.
Kembali ke ruang tunggu bandara. Sebenarnya saya bisa saja membaca
surat kabar,
koran atau majalah yang disediakan di ruang tunggu tersebut. Atau setidaknya saya
bisa membaca berita lewat internet dari HP ataupun notebook. Namun entah
mengapa, kenikmatan membaca buku jauh mengalahkan semua itu. Jadi tak seberapa
lama setalah saya membuka-buka internet pun rasa bosan itu segera mendera. Yah,
saya butuh buku!
Saya sebenarnya bisa saja keluar dari ruang tunggu dan menuju toko
buku yang ada di sepanjang koridor masuk tadi. Namun rasa malas saya berdiri
dengan membawa tentengan yang tidak ringan cukup membuat saya untuk membenarkan
diri sendiri membuat alasan supaya tetap diam di kursi—meskipun sebenarnya
mahalnya harga buku di bandara itulah yang menjadi penyebab utamanya. Jadi,
kembali saya termangu-mangu tak tahu harus berbuat apa.
Ting! Tiba-tiba saya teringat hutang saya lainnya. Sudah lama saya
tidak menulis. Ya, saya sudah berjanji kepada diri saya sendiri, minimal seminggu
sekali saya harus menulis, apalagi saat saya dinas di luar kota dimana waktu saya relative lebih banyak
pada malam harinya—di saat jauh dari keluarga. Segera saya buka blog saya, dan
tersadar sudah begitu lama sejak tulisan saya terakhir saya upload. Ternyata
hutang saya banyak sekali. Dan seperti hutang-hutang lainnya,kali ini pun saya
harus membayarnya. Kalau tulisan ini bisa tampil di blog saya, minimal saya
sudah mulai mencicil hutang saya. Ada
sedikit kelegaan karena hutang saya sedikit berkurang. Dan saya harus terus
akan berusaha membayarnya dengan konsistensi saya.
Yah, saya hutang kepada diri saya sendiri. Saya berhutang kepada semua
orang pengunjung blog saya, karena dengan tidak menulis berarti berkurang jatah
berbagi saya untuk berbagi. Namun yang pasti, perkara dibaca atau tidak, bukan
menjadi masalah bagi saya sebab dengan menulis setidaknya itulah salah satu
passion saya, dan saya akan merasa sangat berbahagia jika melakukannya.
Jadi, saya justru berterima kasih dengan tertinggalnya buku-buku
bacaan saya. Paling tidak ini membuat hidup saya menjadi lebih seimbang. Otak saya
tidak boleh terlalu banyak menerima, tetapi saya juga harus banyak memberi.
Sebab dengan menerima dan memberi, otak kita menjadi lebih segar. Banyak ide
baru bermunculan. Dan yang pasti inilah salah satu makna hidup yang seimbang.
Kalau Tuhan sudah memberi kita talenta, mengapa kita menyia-nyiakannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar